petani sedang memeriksa tanaman padi |
Pengendalian Hama Terpadu
2.2.1. Konsep Pengendalian Hama Terpadu
Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Perlindungan tanaman merupakan bagian dari sistem budidaya tanaman yang bertujuan untuk membatasi kehilangan hasil akibat serangan OPT menjadi seminimal mungkin, sehingga diperoleh kwalitas dan kwantitas produksi yang baik. Sejak Pelita III pemerintah telah menetapkan sistem PHT sebagai kebijakan dasar bagi setiap program perlindungan tanaman. Dasar hukum PHT tertera pada GBHN II dan GBHN IV serta Inpres 3/1986 yang kemudian lebih dimantapkan melalui UU No.12/1992 tentang sistem Budidaya Tanaman. Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional, yang sangat utama dalam manggunakan pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh petani yang tidak tepat dan berlebihan, dengan cara ini dapat meningkatkan biaya produksi dan mengakibatkan dampak samping yang merugikan terhadap lingkungan dan kesehatan petani itu sendiri maupun masyarakat secara luas (Kusnaedi, 1999).
Secara ekonomi kebijakan pemerintah sebelum tahun 1989 memberikan subsidi yang besar untuk Pestisida sebesar antara 100 – 150 juta US$ atau sekitar 150 milyar rupiah pertahun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kembali efisiensi dan efektifitas pengendalian serta untuk membatasi pencemaran lingkungan maka kebijakan dan pengendalian secara konvensional harus dirubah menjadi pengendalian berdasarkan konsep dan prinsip PHT. Kemudian secara bertahap subsidi pestisida di cabut, dan baru tahun 1989 subsidi tersebut sepenuhnya dicabut, metoda yang cukup baik dan mudah dilaksanakan melalui pola Sekolah Lapang PHT ( SLPHT) dengan menganut pola pendidikan orang dewasa yaitu belajar dari pengalaman sendiri langsung di lapang (Kusnaedi, 1999).
Bahwa pengendalian hama terpadu (PHT) adalah sebuah pendekatan baru untuk melindungi tanaman dalam kontek sebuah sistem produksi tanaman. Definisi PHT (Brader, 1979) sistem pengendalian hama yang dapat dibenarkan secara ekonomi dan berkelanjutan yang meliputi berbagai pengendalian yang kompatibel dengan tujuan memaksimalkan produktivitas tetapi dengan dampak negatif terhadap lingkungan sekecil-kecilnya Disbun Propinsi NTB (2002) menginformasikan, bahwa petani dianjurkan untuk tidak melakukan pengendalian apabila intensitas serangan OPT masih dibawah 5 persen, menggunakan pestisida nabati apabila intensitas serangan antara 5-20 persen, dan diperbolehkan menggunakan pestisida kimia apabila serangan sudah diatas 20 persen. Sebagian besar petani berpendapat bahwa akan memutuskan penyemprotan pestisida kimia apabila serangan HPT sudah di atas ambang ekonomi (menurut persi petani), yaitu petani alumni (100%) dan non–alumni (99,3%), sedangkan yang lainnya (6,7%) akan menyemprot begitu melihat ada gejala serangan. Setelah SL-PHT, petani hanya menggunakan pestisida nabati (pesnab), tidak ditemukan petani yang menggunakan pestisida kimia karena disamping keadaan intensitas serangan HPT termasuk ringan juga harga pestisida yang mahal turut menghambat petani untuk menggunakan (Kartasapoetra, 1991).
Ciri dan sifat dasar PHT yang membedakan dengan pengendalian konvensional adalah(Kartasapoetra, 1991):
a. Tujuan utama PHT bukanlah pemusnahan, tetapi dikendalikan agar populasi hama tetap berada di bawah satu tingkatan aras yang dapat mengakibatkan kerusakan atau kerugian ekonomi. Strategi PHT bukanlah eradikasi hama tetapi pembatasan, sebab dalam keadaan tertentu ada kemungkinan bahwa adanya individu serangga atau binatang dapat berguna bagi manusia.
b. Dalam melaksanakan suatu pengendalian tidak mengenal satu cara pengendalian tertentu, seperti penggunaan pestisida saja tetapi semua teknik pengendalian dikombinasikan secara terpadu dalam suatu kesatuan pengelolaan.
c. Dalam mencapai sasaran utama PHT yaitu mempertahankan populasi hama di bawahkerusakan ekonomi, dengan produktivitas yang tinggi, maka perlu dipertimbangkan beberapa kendala yaitu :
Kendala sosial ekonomi yang berarti bahwa pelaksanaan PHT harus dapat didukung oleh kelayakan sosial ekonomi masyarakat setempat.
Kendala ekologi yang berarti bahwa dalam penerapan PHT secara ekologi dapat dipertanggung jawabkan dan tidak menimbulkan kegoncangan maupun kerusakan lingkungan
2.2.2 Prinsip dan Strategi Penerapan PHT
PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agro-ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sasaran teknologi PHT adalah : 1) produksi pertanian mantap tinggi, 2) Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak merugikan dan 4) Pengurangan resiko pencemaran Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Tiga komponen komponen dasar yang harus dibina, yaitu : Petani, Komoditi dasil pertanian dan wilayah pengembangan dimana kegiatan pertanian berlangsung, disamping pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan produksi serta pendapatan petani, pengembangan komoditi hasil pertanian benar-benar berfungsi sebagai sektor yang menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku industri, sedangkan pembinaan terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang pembangunan wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah ( Kusnadi, 1999).
PHT memiliki beberapa prinsip yang khas, yaitu; (1) sasaran PHT bukan eradikasi/pemusnahan hama tetapi pembatasan atau pengendalian populasi hama sehingga tidak merugikan, (2) PHT merupakan pendekatan holostik maka penerapannya harus mengikutsertakan berbagai disiplin ilmu dan sektor pembangunan sehingga diperoleh rekomendasi yang optimal, (3) PHT selalu mempertimbangkan dinamika ekosistem dan variasi keadaan sosial masyarakat maka rekomendasi PHT untuk pengendalian hama tertentu juga akan sangat bervariasi dan lentur, (4) PHT lebih mendahulukan proses pengendalian yang berjalan secara alami (non-pestisida), yaitu teknik bercocok tanam dan pemanfaatan musuh alami seperti parasit, predator, dan patogen hama. Penggunaan pestisida harus dilakukan secara bijaksana dan hanya dilakukan apabila pengendalian lainnya masih tidak mampu menurunkan populasi hama, dan (5) program pemantauan/pengamatan biologis dan lingkugan sangat mutlak dalam PHT karena melalui pemantauan petani dapat mengetahui keadaan agro-ekosistem kebun pada suatu saat dan tempat tertentu, selanjutnya melalui analisis agro-ekosistem (AAES) dapat diputuskan tindakan yang tepat dalam mengelola kebunnya. Dengan bekal materi pelatihan, petani belajar melaksanakan pengambilan keputusan dalam pengelolaan kebun, terutama pengendalian hama penyakit tanaman (Kusnadi, 1999).
Ada 4 prinsip manejemen yang mendasari PHT yang bersifat luwes, dapat dimana saja disesuaikan dengan daerah dan lahan setempat. Keempat prinsip tersebut adalah ( Kusnadi, 1999):
1. Budidaya Tanaman Sehat
Tanaman yang sehat mempunyai ketahanan ekologi yang tinggi terhadap gangguan hama.
a. Pemilihan bibit yang sehat dan varitas tahan hama, yang cocok dengan kondisi setempat.
b. Pengairan cukup dan pemupukan yang berimbang.
c. Penyiangan gulma secara teratur.
2. Melestarikan Musuh Alami
Musuh alami (predator, parasitoid, dan patogen serangga) merupakan faktor penting pengendali hama yang perlu dilestarikan dan dikelola agar mampu berperan secara maksimum dalam pengaturan populasi hama di lapangan.
a. Temukan, kenali dan amati musuh-musuh alami (tanaman inang) di lahan sawah.
b. Peliharalah keseimbangan lingkungan lahan sawah agar populasi musuh alami dapat berkembang. Jangan gunakan pestisida yang membunuh musuh alami.
3. Pengamatan Mingguan
Pengamatan atau pemantauan ekosistem pertanaman yang intensif secara rutin oleh petani merupakan dasar analisis ekosistem untuk pengambilan keputusan dan melakukan tindakan yang diperlukan.
4. Petani Menjadi Ahli PHT
Petani bertanggung jawab terhadap lahan dan manejemen sendiri. Petani sebagai pengambil keputusan dan keterampilan dalam menganalisis ekosistem serta mampu menetapkan keputusan pengendalian hama secara tepat sesuai dengan konsep PHT
2.2.3 Tujuan dan Usaha Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Tujuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah:
a) Menjamin kemantapan swasembada pangan.
b) Menumbuhkan Kreativitas, dinamika dan kepemimpinan petani
c) Terselenggaranya dukungan yang kuat atas upaya para petani dalam menyebar luaskan penerapan PHT sehingga dapat tercipta pemabngunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Usaha pokok Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
a) Mengembangkan sumber daya manusia antara lain menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal bagi petani dengan pola Sekolah Lapangan PHT, dan pelatihan bagi petugas terkait yakni Pengamat Hama dan Penyakit (PHP), Penyuluh Pertanian dan Instansi terkait lainya.
b) Mengadakan studi-studi lapangan dan penelitian yang memberikan dukungan atas strategi, pengembangan metode, dan penerapan PHT untuk tanaman padi dan palawija lainya.
c) Memperkuat kebijaksanaan, pengaturan dan penyelenggaraan pengawasan terhadap pengadaan, pembuatan, peredaran serta pemakaian pestisida yang berwawasan lingkungan.
d) Memasyarakatkan pengembangan konsep PHT di Indonesia.
2.2.4 Taktik Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efesiensiekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan. PHT merupakan perpaduan beberapa teknik pengendalian hama yang dalam penerapannya harus memperhitungkan dampaknya baik secara ekologi, ekonomi maupun sosiologi sehingga secara keseluruhan diperoleh hasil yang terbaik (Hidayat, 2001).
Falsafah pengendalian hama yang harus digunakan adalah Pengendalian hama Terpadu (PHT) yang dalam implementasinya tidak hanya mengandalkan satu taktik pengendalian saja. Taktik pengendalian yang akan diuraikan antara lain :
A. Pengendalian Mekanik
Pengendalian mekanik mencakup usaha untuk menghilangkan secara langsung hama serangga yang menyerang tanaman. Pengendalian mekanis ini biasanya bersifat manual. Mengambil hama yang sedang menyerang dengan tangan secara langsung atau dengan melibatkan tenaga manusia telah banyak dilakukan oleh banyak negara pada permulaan abad ini. Cara pengendalian hama ini sampai sekarang masih banyak dilakukan di daerah-daerah yang upah tenaga kerjanya masih relatif murah.
B. Pengendalian Fisik
Pengendalian ini dilakukan dengan cara mengatur faktor-faktor fisik yang dapat mempengaruhi perkembangan hama, sehingga memberi kondisi tertentu yang menyebabkan hama sukar untuk hidup.Bahan-bahan simpanan sering diperlakukan dengan pemanasan (pengeringan) atau pendinginan. Cara ini dimaksudkan untuk membunuh atau menurunkan populasi hama sehingga dapat mencegah terjadinya peledakan hama. Bahan-bahan tersebut biasanya disimpan di tempat yang kedap udara sehingga serangga yang bearada di dalamnya dapat mati lemas oleh karena CO2 dan nitrogen.
C. Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati adalah pengendalian hama dengan menggunakan jenis organisme hidup lain (predator, parasitoid, pathogen) yang mampu menyerang hama. Populasi hama ini dapat pula meningkat akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang tidak tepat sehingga dapat membunuh musuh-musuh alaminya. Sebagai contoh, meningkatnya populasi tunggau di Australia diakibatkan meningkatnya penggunaan DDT.
Thanks for reading & sharing pengendalian hama terpadu
0 comments:
Post a Comment