MENGENAL PENYAKIT BLAS
Status
Penyakit blas (Pyricularia grisea) merupakan penyakit penting terutama pada padi gogo tersebar di seluruh daerah pengahsil padi gogo di Indonesia. Daerah endemik penyakit blas di Indonesia adalah Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Sulawesi Tangah, Sulawesi Tenggara, dan Jawa Barat bagian selatan (Sukabumi dan Garut). Akhir-akhir ini penyakit blas khususnya blas leher menjadi tantangan yang lebih serius karena banyak ditemukan pada beberapa varietas padi sawah di Jalur Pantura Jawa Barat. Penyebab penyakit dapat menginfeksi tanaman pada semua stadium tumbuh dan menyebabkan tanaman puso. Pada tanaman stadium vegetatif biasanya menginfeksi bagian daun, disebut blas daun (leaf blast). Pada stadium generatif selain menginfeksi daun juga menginfeksi leher malai disebut blas leher (neck blast).
Penyakit blas (Pyricularia grisea) merupakan penyakit penting terutama pada padi gogo tersebar di seluruh daerah pengahsil padi gogo di Indonesia. Daerah endemik penyakit blas di Indonesia adalah Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Sulawesi Tangah, Sulawesi Tenggara, dan Jawa Barat bagian selatan (Sukabumi dan Garut). Akhir-akhir ini penyakit blas khususnya blas leher menjadi tantangan yang lebih serius karena banyak ditemukan pada beberapa varietas padi sawah di Jalur Pantura Jawa Barat. Penyebab penyakit dapat menginfeksi tanaman pada semua stadium tumbuh dan menyebabkan tanaman puso. Pada tanaman stadium vegetatif biasanya menginfeksi bagian daun, disebut blas daun (leaf blast). Pada stadium generatif selain menginfeksi daun juga menginfeksi leher malai disebut blas leher (neck blast).
Biologi dan Ekologi
Gejala penyakit blas dapat timbul pada daun, batang, malai, dan gabah, tetapi yang umum adalah pada daun dan pada leher malai. Gejala pada daun berupa bercak-bercak berbentuk seperti belah ketupat dengan ujung runcing. Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan dan biasanya memmpunyai tepi coklat atau coklat kemerahan. Gejala penyakit blas yang khas adalah busuknya ujung tangkai malai yang disebut busuk leher (neck rot). Tangkai malai yang busuk mudah patah dan menyebabkan gabah hampa. Pada gabah yang sakit terdapat bercak-bercak kecil yang bulat.
Penularan penyakit terutama terjadi melalui konidia yang terbawa angin. Konidia dibentuk dan dilepas waktu malam, meskipun serimg terjadi siang hari sehabis turun hujan. Konidium ini hanya dilepaskan jika kelembaban nisbi udara lebih tinggi dari 90%. Pelepasan terjadi secara eksplosif, karena pecahnya sel kecil di bawah konidium sebagai akibat dari pengaruh tekanan osmotik. Penetrasi kebanyakan terjadi secara langsung dengan menembus kutikula. Permukaan atas daun dan daun-daun yang lebih muda lebih mudah dipenetrasi. Patogen P. oryzae dapat mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman dan gabah dalam bentuk miselium dan konidium.
Tingkat keparahan penyakit blas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Kelebihan nitrogen dan kekurangan air menambah kerentanan tanaman. Diduga bahwa kedua faktor tersebut menyebabkan kadar silikon tanaman rendah. Kandungan silikon dalam jaringan tanaman menentukan ketebalan dan kekerasan dinding sel sehingga mempengaruhi terjadinya penetrasi patogen kedalam jaringan tanaman. Tanaman padi yang berkadar silikon rendah akan lebih rentan terhadap infeksi patogen. Pupuk nitrogen berkorelasi positif terhadap keparahan penyakit blas. Artinya makin tinggi pupuk nitrogen keparahan penyakit makin tinggi.
Perkecambahan konidium Pyricularia grisea memerlukan air. Jangka waktu pengembunan atau air hujan merupakan kondisi yang sangat menentukan bagi konidium yang menempel pada permukaan daun untuk berkecambah dan selanjutnya menginfeksi jaringan tanaman. Bila kondisi sangat baik yaitu periode basah lebih dari 5 jam, sekitar 50% konidium dapat menginfeksi jaringan tanaman dalam waktu 6-10 jam. Suhu optimum untuk perkecambahan konidium dan pembentukan apresorium adalah 25-28 C.
Pengendalian
Usaha pengendalian penyakit blas yang sampai saat ini dianggap paling efektif adalah dengan varietas tahan. Varietas Limboto, Way Rarem, dan Jatiluhur di beberapa tempat di Purwakarta, Subang, dan Indramayu tergolong tahan terhadap penyakit blas leher. Patogen P. grisea sangat mudah membentuk ras baru yang lebih virulen dan ketahanan varietas sangat ditentukan oleh dominasi ras patogen. Hal ini menyebabkan penggunaan varietas tahan sangat dibatasi oleh waktu dan tempat. Artinya varietas yang semula tahan akan menjadi rentan setelah ditanam beberapa musim dan varietas yang tahan di satu tempat mungkin rentan di tampat lain. Ketahanan varietas yang hanya ditentukan oleh satu gen (monogenic resistant) mudah terpatahkan. Untuk itu pembentukan varietas tahan yang memiliki lebih dari satu gen tahan (polygenic resistant) sangat diperlukan. Penggunaan varietas harus disesuaikan dengan kondisi struktur populasi ras yang ada. Pergiliran varietas dengan varietas unggul lokal yang umumnya tahan terhadap penyakit blas sangat dianjurkan. Penyakit blas merupakan penyakit yang terbawa benih (seed borne pathogen), maka untuk mencegah penyakit blas dianjurkan tidak menggunakan benih yang berasal dari daerah endemis penyakit blas.
Mengingat ketahanan varietas terhadap penyakit blas tidak bisa berlangsung lama maka penggunaan varietas tahan perlu didukung dengan komponen pengendalian lain. Fungisida merupakan teknologi yang sangat praktis dalam mengatasi penyakit blas, namun sering kali menimbulkan efek samping yang kurang baik diantaranya menimbulkan resistensi patogen dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu agar fungisida dapat digunakan seefektif mungkin dengan efek samping yang sekecil mungkin, maka fungisida harus digunakan secara rasional yaitu harus diperhitungkan tentang jenis, dosis, dan waktu aplikasi yang tepat. Beberapa jenis fungisida yang dianjurkan untuk mengendalikan penyakit blas adalah Topsin 500 F, Topsin 70 WP, Kasumiron 25/1 WP, dan Delsene MX 80 WP.
Thanks for reading & sharing pengendalian hama terpadu
0 comments:
Post a Comment