Home » » Pengendalian Hama Terpadu pada Kentang

Pengendalian Hama Terpadu pada Kentang

Posted by pengendalian hama terpadu on Tuesday, April 5, 2016

pengendalian hama terpadu
Pengendalian Hama Terpadu pada Kentang



Kentang adalah komoditas sayuran dengan kegunaan ganda, yaitu sebagai sayuran dan substitusi karbohidrat. Pasar kentang bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri sebagai komoditas ekspor yang mengutungkan. Dalam budidaya kentang sering terdapat gangguan, seperti masalah teknis dan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Hama penting tanaman kentang yaitu, penggerek umbi/daun (Phthorimaea operculella), penggorok daun (Liriomyza huidobrenis), ulat tanah (Agrotis ipsilon), kutu daun (Myzus persicae), hama trips (Thrips palmi), kutu kebul (Bemisia tabaci), hama pemakan daun ulat grayak (Spodoptera sp), ulat jengkal (Chrysodexix sp) dan ulat buah tomat (Helicoverpa sp). Sementara itu, penyakit penting tanaman kentang meliputi, penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum, penyakit busuk daun cendawan Phytophthora infestans, penyakit bercak kering cendawan Alternaria solani, penyakit layu dan busuk kering umbi cendawan Fusarium oxysporum, penyakit daun menggulung virus PLRV, penyakit mosaik virus, nematoda bengkak akar (NBA) (Meloidogyne spp.), penyakit sista kuning nematoda Globodera rostochinensis, penyakit kaki hitam dan busuk lunak bakteri Erwinia spp., penyakit busuk cincin bakteri Clavibacter michiganensis ssp. sepedonicum, dan penyakit kudis bakteri Streptomyces scabies.
Dalam mengendalikan organisme pengganggu, petani hanya melakukan pengendalian secara konvesional, yang hanya menekankan pada penggunaan pestisida. Disadari bahwa penggunaan pestisida yang berlebihan akan memberikan dampak yang merugikan. Oleh karena itu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan bahwa setiap program perlindungan tanaman dilaksanakan dengan pendekatan konsepsi Pengelolaan Hama Terpadu (PHT).
Pengendalian hama dan penyakit terpadu merupakan peggabungan metode-metode pengendalian hama dan penyakit yang kompatible dalam kegiatan budidaya pertanian, sehingga didapatkan hasil produksi yang optimal sehingga tercipta pertanian yang berkelanjutan. Pendekatan PHT lebih kepada upaya pengelolaan lingkungan yang tidak disukai oleh OPT, tetapi tetap menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman kentang. Pelaksanaan PHT perlu tindakan bijaksana sejak perencanaan sampai hasil panen, termasuk didalamnya pemilihan lahan, bibit, pemeliharaan, pemantauan, tindak lanjut yang harus diambil, dll.
Dalam pengendalian hama dan penyakit terpadu, diperlukan beberapa tahab kegiatan, yaitu meliputi pegelolaan, perencanaan, pemantauan, pegemabilan keputusan, pelaksanaa dan evaluasi. Dalam kegiatan perencanaan ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan yaitu, dalam pengaturan agroekosistem sehingga dapat meningkatkan peran musuh alami suatu organisme pengganggu tanaman. Peningkatan vigor tanaman perlu diperhatikan untuk meningkatkan ketahanan tanaman kentang, yang tidak kalah penting yaitu dalam penekanan perkembangan organisme pengganggu tanaman, sehingga keberadaannya masih dibawah ambang ekonomi.
Penerapan PHT diterapkan sejak digudang bibit. Umbi bibit dipilih yang sehat (mulus dan tidak cacat) lalu dikelompokan sesuai dengan ukurannya, yaitu A(>60-80 g), B (>45-60 g), C (>30-45 g) dan D (>20-30 g). Cahaya dalam gudang bibit dijaga agar tidak terlalu gelap, karena tunah dapat cepat tumbuh, lemah dan pucat. Bila gudang ternag pertumbuha tunas tumbuh lambat dan pendek namun kekar dan warnaya lebih tua. Suhu optimal gudang 14-18 °C. Kelembapan optimal 75-90%. Kelembapan rendah dapat meyebabkan bobot umbi cepat surut.
1. Pemilihan lahan
Lahan yang dipilih memiliki struktur tanah yang gembur, dekat sumber air (untuk musim kemarau) dan bukan bekas pertanaman Solanaceae, serta bukan daerah endemik OPT kentang.

2. Pengolahan tanah
a. Tanah dicangkul sedalam 20-35 cm dan dibalaik 2-3 kali. Sisa-sisa tanaman sebelumnya dikumpulkan dan dimusnahkan. Rerumputan jangan dibiarkan bertumbuk karena dapat menjadi sarang ulat tanah.
b. Dibuat garitan sedlam ± 10 cm selebar cangkul, dengan jarak antar garitan 60-70 cm, lalu diamparkan pupuk kandang matang disebar sepanjang garitan
c. Jika ditemukan akar tanaman atau gulma yang berbintil (bengkak) oleh serngan nematoda, maka dilakukan pemberian nematisida.

3. Jenis dan dosis pupuk
a. Pupuk kandang matang yang diberikan 20-30 ton/ha disebarkan rata pada garitan yang telah dibuat.
b. Pupuk yang digunakan adalah pupuk majemuk NPK sebanyak 100 kg/ha atau pupuk tunggal terdiri atas TSP atau super fofat 250-300 kh, Urea 200-300 kg, ZA 300-400 kg dan KCl 200-300 kg. Semua pupuk buatan dicampur dan diberikan sekaligus pada waktu tanam diletakkan di antara umbi bibit.
c. Garitan yang telah diberi pupuk dan ditanami kentang ditutup tanah, lalu disiram.

4. Penanaman
a. Bibit diletakkan antara pupuk buatan dengan mata tunas menghadap ke atas, dengan jarak tanam 25-30 cm, semakin besar ukuran umbi, semakin lebar jarak tanam.
b. Garitan yang sudah ditanami ditutup dengan selapis tanah yang diambil dari kanan kiri garitan, lalu disiram (bila lahan kering).

5. Pemeliharaan
a. Peyiraman dilakukan bila tidak ada hujan atau sesuai dengan kebutuhan. Tanaman muda memerlukan air cukup, tetapi tidak menggenang.
b. Penyiangan disesuaikan dengan pertumbuhan gulma dan dilakukan tanpa mengganggu sistem perakaran.
c. Pengguludan dilakukan setelah penyiangan, dengan cara menaikan tanah disekeliling tanaman.
d. Ada kalanya pupuk buatan diberikan dua kali. Utntuk pupuk tunggal, pemupukan pertama dilakukan pada waktu tanam sebanyak 2/3 dosis ZA+Urea+KCl serta dosis P. pupuk susulan adalah 1/3 dosis ZA+Urea+KCl, yang diberikan pada saat tanaman berumur 30-45 hari. Untuk pupuk majemuk (NPK) pemupukan pertama 2/3 dosis, dan susulan 1/3 dosis.
e. Didataran sedang, diperlukan mulsa jerami sebanyak 20 ton/ha yang disebar merata setelah pegguludan terakhir. Didataran tinggi, dengan penggunaan mulsa plastik perak, pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dan infestasi OPT berkurang.

6. Pengamatan OPT
Pengamatan dilakukan pada sampel yang dapat mewakili seluruh pertanaman yang ada. Penetapan tanaman sampel ditetapkan secara sistematik dengan cara:
a. Bentuk diagonal, digunakan pada pertanaman yang tidak terlalu luas (≤0.2 m2). Tanaman sampel terletak pada garis diagonal atau sekitar garis tersebut.
b. Bentuk sub-petak pada diagonal, untuk menghitung insiden dan intensitas sernagn virus dan bakteri, pola pengambilan sampel secara diagonal. Diambil 4 sub petak sampel dan tiap sub petak sampel terdiri atas 100 tanaman. Dari setiap sub petak diambil 10 tanaman sampel.
Banyaknya tanaman sampel yang akan diamati pada setiap waktu pengamatan suntuk setiap areal pertanaman untuk kentang belum ada, untuk sementara dapat ukuran yang digunakan pada PHT Kubis (Sastrosiswojo et al. 2000) atau pada PHT tomat (Setiawati et al. 2001), yaitu:
a. Jumlah tanaman sampel
Luas pertanaman sampai 0,2 ha sebanyak 10 tanaman sampel
Luas pertanaman > 0,2-0,4 ha sebanyak 20 tanaman sampel
Luas pertanaman > 0,4-0,6 ha sebanyak 30 tanaman sampel
Luas pertanaman > 0,6-0,8 ha sebanyak 40 tanaman sampel
Luas pertanaman > 0,8-1,0 ha sebanyak 50 tanaman sampel

b. Interval pengamatan
Interval pengamatan ditentukan oleh lamanya daur hidup OPT yang diamati, kemampuan berkembang biak, tingkat serangan/kerusakan dan tingkat populasi. Untuk kebanykan tanaman termasuk kentang, interval pengamatan adalah 7 hari telah dianggap cukup mewakili semua OPT penting. Untuk beberpa patogen penyakit tertentu seperti busuk daun perlu pengamatan 2-3 hari sekali. Pengamatan populasi hama dan tingkat kerusakan tanaman dilakukan pada pagi atau sore hari.

7. Pengambilan keputusan pengendalian OPT
Dalam PHT, penggunaan pestisida dilakukan apabila populasi OPT/tingkat kerusakan tanaman sudah sampai pada level yang harus dikendalikan. Beberapa hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai dasar pengendalian secara kimiawi, antara lain:
No OPT Penting Nilai Ambang
1. Penggerek umbi 25 ngengat/perngkap pada MH
100 ngengat/perngkap feromon seks pada MK
20 larva/100tanaman sampel
2. Kutu daun 7 ekor nimfa/10 daun sampel
3. Trips 100 ekor nimfa/10 daun sampel
4. Busuk daun 1 bercak aktif/10 tanaman sampel
5. Layu bakteri 1 tanaman/100 tanaman
6. Virus 10% tanaman muda

Tindakan pengendalian hama:
Ulat tanah dikumpulkan dari sekitar tanaman yang terpotong atau rusak kemudian dimusnahkan.
Daun yang terserang penggerek umbi dipetik, dikumpulkan dalam kantung plastik kemudian dimusnahkan. Ulat pemakan daun dikumpulkan dan dimusnahkan.
Tanaman yang terserang penyakit layu cendawan atau bakteri dicabut bersama umbi dan tanahnya dimasukkan ke dalam kantung plastik, kemudian dimusnahkan.
Tanaman yang terserang virus kurang dari 10% dan populasi kutu daun rendah, maka tanaman yang sakit dicabut dan dimusnahkan.
Apabila tanaman terserang penggorok daun, dikendalikan dengan membuat perngkap kuning yang disesuaikan dengan luas lahan.
Serangan P. operculella dapat dikendalikan dengan pembuatan guludan untuk menutupi umbi kentang yang terbuka di permukaan tanah untuk menghindari peletakkan telur pada umbi oleh ngengat.
Apabila populasi M. persicae mencapai amabang kendali (7nimfa/10 daun sampel) pertanaman kentang disemprot insektisida seperti Curacron 500 EC, Decis 2,5 EC, Agrimec 10 EC
Jika populasi nimfa T. palmi mencapai ambang kendali (100 nimfa/10 daun sampel) pertanaman kentang disemprot dengan pestisida Pegasus 500 SC, Mesurol 50 WP, serta Curacron 500 EC dan Agrimec 18 EC yang diaplikasikan secara bergantian.

Tindakan pengendalian penyakit:
a. Penyakit virus dan bakteri
Tanaman kentang yang menunjukan gejala serangan virus atau layu bakteri dicabut lalu dimusnahkan. Tanaman yang terserang virus dan layu bakteri tidak boleh digunakan sebagai bibit.

b. Penyakit busuk daun
Jika penyakit busuk daun P. infestans pada pengamatan pertama ditemukan satu bercak aktif/10 tanaman sampel, maka tanaman disemprot fungisida sistemik seperti Ridomil MZ 8/64 WR, Ridomil Gold MZ 4/64 WP, Topsin M 70 WP, Delsene MX 200, Previour N, Pruvit PR 10/56 WP.
Pada pengamatan-2 tidak ada bercak aktif tidak perlu disemprot. Bila ditemukan bercak aktif, tanaman disemprot dengan fungisida sistemik seperti Antracol 70 WP, Daconil 70 WP, Dithane M45, Phycosan 70 WP, Polyram 80 WP, Vandozeb 80 WP, Menzate 200.
Pada pengamatan-3 bila terdapat bercak aktif, disemprot dengan fungisida sistemik.
Pada pengamatan-4 bila terdapat bercak aktif, disemprot dengan fungisida kontak.
Pada pengamatan-5 bila terdapat bercak aktif, disemprot dengan fungisida sistemik.
Pada pengamatan-6 dan seterusnya bila ada bercak aktif hanya menggunakan fungisida kontak saja.
Penggunaan fungisida sistemik dalam satu musim tidak lebih dari 3 kali.

8. Panen dan pascapanen
Ketang siap dipanen jika 80% tanaman sudah menguning. Umbi-umbi sakit dipisahkan dan dimusnahkan. Umbi konsumsi dikelompokan berdasarkan ukuran, begitupula dengan umbi bibit dikelompokan berdasarkan kelas bibit.

Peningkatan peran musuh alami
Musuh alami dapat menekan perkembangan hama dan penyakit pengganggu tanaman. Keberadaan musuh alami perlu dijaga untuk mengontrol populasi hama dan patogen. Musuh alami terdiri dari parasitoid, predator dan entomopatogen. Parasitoid dapat menyerang setiap instar serangga walaupun serangga instar dewasa yang paling jarang terparasit. Cofesia ruficrus merupakan sejenis tabuhan Braconidae yang berperan sebagai parasitoid ulat tanah. Hemiptarsenus varicornis dan Opius sp. merupakan penting pada hama L. huidobrensis. Eriborus argenteopilosusdalah parasit ulat buah tomat Helicoverpa dan ulat grayak Spodoptera sp. Predator merupakan hewan yang memangsa hewan lain. Predator dapat membunuh beberpa individu mangsa selama satu siklus hidup. Amblyseius cucumeris adalah tungau predator yang merupakan salah satu musuh alami trips yang penting. Cheilomenes (=Menochilus) sexmaculatus (Tribus: Coccinellini) merupakan kumbang kubah yang dapat memangsa kutu daun B. tabaci dan Trips sp mulai dari instar larva hingga dewasa. Serangga Harmonia sedecimnotata hidup sebagai pemangsa berbagai jenis kutu daun. Entomopatogen adalah organisme yang dapat menyebabkan penyakit pada serangga, yang termasuk dalam entomopatogen antara lain adalah bakteri, cendawan, virus dan nematoda. Beauveria bassiana merupakan sejenis jamur yang dapat menghasilkan toxin seperti beaurerisin, beauverolit, bassianalit, isorolit dan asam oksalat yang menyebabkan kenaikan pH, penggumpalan dan terhentinya peredaran daran serta merusak saluran pencernaan, otot, sistem saraf dan pernafasan yang pada akhirnya menyebabkan kematian pada sernagga. Phthorimaea operculella Granulosis Virus (PoGV) merupakan biopestisida berupa tepung dan bersifat sebagai racun perut yang akan membunuh larva P. operculella. Steinernema spp merupakan golongan nematoda yang dapat menyerang ulat grayak.

Pestisida kimia
Berdasarkan konsep PHT pestisida hanya digunakan kalau memang benar-benar diperlukan yaitu bila populasi OPT tau tingkat kerusakan tanaman sudah mencapai ambang pengendalian. Selain itu, penggunaannya harus hati-hati dan sekecil mungkin gangguannya terhadap lingkungan. Secara umum penggunaan pestisida harus mengikuti lima kaidah: tepat sasaran, tepat jenis, tepat waktu, tepat dosis/konsentrasi dan tepat cara penggunaan. Pestisida selektif adalah pestisida yang efektif membunuh OPT sasaran tetapi tidak mengganggu musu alami.

Pestisida nabati
Secara umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahand asarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini mudah terurai di alam, sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Beberapa tanaman yang dapat dijadikan sebagaai bahan pestisida nabati yaitu mimba, 
lengkuas, sirsak, tembakau, cengkeh dan serai wangi.

semoga bermanfaat........

Thanks for reading & sharing pengendalian hama terpadu

Previous
« Prev Post

0 comments: